Media saat ini secara masif menjadi corong dan penyebab konflik antar golongan, fitnah keji dan digunakan sebagai sarana cuci otak yang efektif, bahkan digunakan untuk kepentingan politik kaum elit sebagai sarana pencitraan dalam ambisinya yang haus kekuasaan. Ya, itulah sisi gelap eksploitasi media yang menjadi pedoman saat ini demi keuntungan materi.
Dalam salah satu kutipannya, Malcolm X pernah mengatakan :
Media adalah entitas yang paling kuat di bumi. Mereka memiliki kekuatan untuk membuat yang salah tidak bersalah dan membuat yang tidak bersalah menjadi salah, dan wewenangnya. Karena mereka mengendalikan pikiran massa.
Malcolm X adalah aktivis yang terkenal sebagai simbol perlawanan terhadap rasisme kulit hitam di Amerika Serikat. Ia menyebarkan visi antirasisme dan nilai-nilai Islam yang humanis sehingga mampu menggugah kalangan Afro-Amerika dan dunia. Fotonya diabadikan di dalam perangko Amerika Serikat sebagai 20 orang berpengaruh, namanya pun disejajarkan dengan Abraham Lincoln.
Peringatan yang disampaikan oleh Malcolm X ini sangat menarik dan kini memang benar adanya. Di zaman informasi dan era digital sekarang ini, media memang mengubah pola hidup dan cara berfikir masyarakat yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Kenyataan ini diakui oleh seorang manipulator media Ryan Holiday, ia merupakan manipulator media ulung dan diakui oleh Tim Ferriss, penulis buku terlaris #1 versi New York Times, The 4-Hour Workweek. Tim Ferriss mengatakan :
Ryan Holiday itu setengah Machiavelli, setengah Ogilvy, dan jaminan pencetak hasil.. bocah ajaib ini adalah senjata rahasia yang belum pernah Anda dengar sebelumnya.
Ryan mengarang buku dengan judul Trust Me I’m Lying yang menjadi International Bestseller. Ryan adalah seorang manipulator media ulung, namanya mencuat ke publik ketika ia berhasil mendongkrak iklan provokatif temannya dari Film I Hope They Serve Been in Hell yang juga seorang sutradara film yang bernama Tucker Max.
Ia merusak papan iklan dengan mencoreng papan iklan film yang ia desain sendiri pukul 2 pagi hari itu di Los Angles. Setelah selesai ia memotretnya seolah-olang ia baru melihatnya di jalan raya.
Apakah yang hendak Ryan lakukan dengan hal ini?
Setibanya dirumah, ia langsung mengirim email ke dua blog besar dengan menggunakan nama samaran Evan Meyer untuk memuat berita manipulatif ini, dalam waktu tidak sampai 2 minggu, dan tanpa anggaran, ribuan mahasiswa memprotes film tersebut di kampus-kampus seluruh negeri, warga setempat pun marah dan merusak berbagai papan iklan. FoxNews.com memuat berita ini di halaman utamanya, salah satu rubik New York Post pun menyinggung Tucker untuk pertama kalinya, sampai pada akhirnya Chicago Transport Authority melarang dan mencabut iklan-iklan film tersebut dari bus-bus mereka.
Puncaknya, ketika Washington Post dan Chicago Tribune mengecam film tersebut kurang lebih dua minggu sejak film itu dirilis. Reaksi keras yang timbul terhadap Tucker cukup hebat sampai-sampai beberapa tahun kemudian kisahnya dijadikan acara televisi populer, Portlandia di IFC.
Apa Tujuan Ryan Melakukan Ini?
Tentu saja untuk mendongkrak popularitas film tersebut dan mendapatkan keuntungan materi darinya!
“Prosesnya sangat sederhana, seseorang membayar saya, saya merekayasa cerita untuk dia, dan kami melakukan tukar tambah di rantai media – mulai dari blog mungil ke Gawker ke situs web jaringan berita lokal ke Huffington Post hingga ke kalangan surat kabar besar dan acara berita di televisi kabel kemudian di ulang kembali, sampai yang tadinya tidak nyata menjadi nyata”.1
Setelah melihat bahwa sebagian besar dunia penerbitan online didasarkan pada asumsi yang keliru dan logika egosentris, sehingga pembuat berita inilah yang menjadi bibit fitnah terjadi.
Secara terang-terangan Ryan megakui dalam pernyataan kontroversial yang banyak dicibir media yang bersebrangan dengannya.
Tugas saya adalah berbohong kepada media sehingga mereka mereka bisa berbohong kepada anda. Saya menipu, menyuap, dan bersekongkol untuk para penulis terlaris dan merk bernilai jutaan dolar serta menyalahgunakan pemahaman saya mengenai internet untuk melakukan semua itu.2
Ia pun mengakui bahwa ia berputar haluan dan memanfaatkan pengetahuan ini tidak untuk kepentingan publik, melainkan untuk keuntungannya sendiri.3
Blog Punya Peran Penting
Ryan sendiri mengakui ia melakukan hal ini tanpa koneksi, tanpa uang, dan tanpa panutan.
Benarkah? Bagaimana mungkin? Inilah benang merahnya!
Banyak blogger sekarang ini lebih mementingkan banyaknya traffic kunjungan / jumlah tampilan halaman (pageview) yang dibaca, ditambah cara penulisan kontroversial agar blog tersebut banyak dibaca. Tentu saja semakin banyak kunjungan dan semakin banyak pageview yang berimbas kepada penghasilan dari iklan yang ditampilkan, ingat ukurannya adalah traffic berbanding lurus dengan peghasilan!
Hal inilah yang tidak Ryan sia-siakan untuk melakukan provokasi yang gratis namun efektif.
Papan-papan iklan yang menjadi korban vandalisme dan pemberitaan yang muncul hanya merupakan bagian kecil dari kampanye provokatif yang sengaja ia buat untuk film I Hope They Serve Beer in Hell. Ryan mengakui dalam sebuah pernyataannya.
Teman saya Tucker, telah meminta saya untuk menciptakan sejumlah kontroversi di seputar film yang didasarkan pada buku terlarisnya itu, dan itulah yang saya lakukan.
Inilah gambaran sisi gelap sistem media yang tersembunyi dari pengelihatan kita bagaimana berita itu diciptakan dan digerakan oleh kalangan pemasar, dan tidak seorang pun yang bisa menghentikannya.
Kepentingan Politik Kekuasaan
Salah satu kasus lain dari sisi gelap media ialah membangun citra sejumlah kalangan untuk kepentingan politik kekuasaan.
Blog memerlukan sesuatu untuk diliput. Times hanya perlu mengisi surat kabarnya satu kali per hari. Sebuah saluran berita di televisi kabel harus mengisi program selama 24 jam per hari, namun tidak dengan Blog. Blog bisa mengisi jumlah artikel yang tak terbatas, yang paling banyak kuantitas lah pemenangnya sehingga jarang dilirik dari segi kualitasnya.
Blog-blog politik tahu bahwa lalu lintas internet mereka meningkat selama masa pemilihan umum. Dengan lalu lintas pengunjung ke blog lah yang mereka jual ke pengiklan, pemilihan umum sama dengan peningkatan pendapatan.
Ryan memaparkan siklus manipulasi media yang terjadi ketika menjelang pemilihan umum sebagai berikut.4
- Blog-blog politik butuh sesuatu untuk diberitakan, lalu lintas internet meningkat selama pemilihan umum
- Realitas (saat pemilihan umu masih sangat jauh) tidak selaras dengan hal ini
- Blog-blog politik menciptakan kandidat sejak dini, bergerak lebih awal daripada siklus pemilihan
- Orang yang mereka beritakan, berasaskan sifat dasar peliputan, kemudian menjadi kandidat (atau presiden) yang sesungguhnya
- Blog-blog mendapatkan keuntungan (secara harifah), publik kalah
Hal ini tidak berlaku hanya motif kepentingan politik saja, bahkan berita gosip, berita bisnis dan topik manapun yang diliput oleh blog dengan tujuan hanya untuk mendongrak lalu lintas pengunjung. Tentu saja yang saya maksud disini ialah kuantitas semata, tidak diimbangi dengan kualitas tulisan yang memberikan timbal balik positif dan manfaat kepada para pembacanya.
Kesimpulan
Apa yang kita saksikan ini begitu mengerikan. Kita di Indonesia pun tak luput dari serangan media egosentris ini sehingga banyak digunakan untuk kepentingan politik dan uang, pilpres 2014 kemarin adalah salah satu dampaknya yang secara masif menciptakan kedua kubu yang saling bermusuhan, bahkan finah keji dibuat untuk menjatuhkan lawannya, tentu saja secara langsung dampaknya kepada kita semua yang tidak cermat memilahnya.
Dan mengerikan bagi kita masyarakat awam yang tidak bijak dalam mengambil sikap. Media yang seharusnya netral kini menjadi monster buas tak terkendali yang menuruti majikannya. Semoga saja hal itu tidak terjadi (meskipun itu hanya bisa terjadi dalam mimpi saat ini).
Saya teringat lagu Green Day yang berjudul Americal Idiot, perhatikanlah lirik lagunya dalam video berikut ini.
Don’t wanna be an American idiot.
Don’t want a nation under the “new mania”
And can you hear the sound of hysteria?
The subliminal mind fuck America …
Apa yang dimaksud Green Day dengan istilah “new mania”?
Ya, generasi Amerika Idiot yang di kontrol oleh media.
Semoga kita bisa bijak memilah dan cerdas mengambil sikap terhadap media yang seperti ini.
Sumber : Holiday, Ryan. 2016. Trus Me I’m Lying. Jakarta : Change.
________________
- Ryan Holiday, Trus Me I’m Lying. Hal. 22
- Ryan Holiday, Trus Me I’m Lying.
- Ryan Holiday, Trus Me I’m Lying.
- Ryan Holiday, Trus Me I’m Lying. Hal. 37